Tuesday, December 31, 2024

Segelas Air

Cerita ini di mulai pada sebuah perusahaan megah. Disana terdapat seorang anak. Anak itu bernama Amrul. Amrul adalah seorang anak dari keluarga yang kurang mampu, ia adalah seorang anak lulusan Sekolah Dasar yang bekerja di perusahaan tersebut. Ia hanya tinggal dengan Adiknya yang masih bersekolah.

Pada suatu hari Amrul merasa sangat haus karena Ia bekerja lembur pada hari itu. Ia sangat haus, hingga Ia berusaha mencari minum. Namun karena cuaca sangat panas, botol minumnya telah habis beberapa jam yang lalu. Dan sangat sulit menemukan toko yang menjual air disana karena saking luas dan megahnya perusahaan tersebut. Amrul kemudian bingung. Dia sangat bingung, mau mencari air dimana karena jatah air teman-temannya pun sudah habis, namun ia sangat haus. Kehausan amrul itu membuatnya terus mencari segelas air. Hingga pada akhirnya Ia menemukan galon air yang didalamnya hanya tersisa hanya untuk satu gelas lagi.

Ketika Ia menuangkan air tersebut ke dalam gelas dan hendak meminumnya, seorang manager perusahaan tersebut menegurnya danmenyuruh amrul untuk menyimpan segelas air itu agar tidak diminumnya kemudian mengambil segelas air tersebut lalu meminumnya sampai tak tersisa setetes pun. Amrul sangat kecewa, marah, dan sedih. Namun apa daya, amrul tidak dapat melakukan apapun untuk itu. Sang manager berkata bahwa hanya petinggi perusahaan lah yang boleh meminum air itu. Amrul sangat kesal, dia hanya diam dan bergumam dalam hati bahwa Ia akan membalas apa yang telah manager itu lakukan. Namun Ia tidak mau membalas dengan hal yang menyimpang. Ia akan membalas dengan kebenaran. Dengan hati yang kecewa dan marah, amrul kembali bekerja.

Keesokan harinya Ia kembali bekerja di perusahaan tersebut. Namun kali ini berbeda, Ia menolak ketika ditawari untuk kerja lembur, bahkan Ia meminta untuk mempersingkat waktu kerjanya. Ia mencoba menyelesaikan pekerjaannya dengan waktu sesingkat mungkin. bukan karena takut haus lagi, ataupun malas bekerja di perusahaan tersebut, melainkan karena Amrul hendak meneruskan sekolahnya. Amrul ingin agar waktu kerjanya dipindahkan ke siang namun tidak mengurangi beban kerjanya. Karana ia akan berusaha menyelesaikannya dalam waktu yang lebih singkat.

Lalu sepulang kerjanya, Ia sekolah. Dan sesudah sekolah Ia bekerja lag, kemudian sepulang kerjanya ia lanjutkan belajar lagi. Begitulah hari-hari yang di lalui Amrul. Bekerja, bersekolah, kemudian belajar kembali di rumah. Meskipun itu berarti Ia harus menguras banyak sekali tenaga ketika bekerja hanya demi sesuap nasi dan menyekolahkan adiknya. Amrul tidak pantang menyerah hanya karena kelelahannya. Ia terus berusaha mengurus adiknya, sekolahnya dan pekerjaannya. Semua itu amrul perjuangkan demi cita-cita dan masa depannya. Ia tidak ingin bnerada dalm kondisi ketepurukan yang lama.

Hingga pada saat Amrul lulus SMA dengan nilai terbaik Ia mendapat beasiswa ke Amerika untuk meneruskan sekolahnya ke universitas disana. Amrul sangat senang tidak terkira. Ia meninggalkan adiknya dan berjanji akan mengirim uang setiap bulan untuk bekal adiknya setiap bulan. Adiknya pun mengizinkan amrul bersekolah di amerika. Dan adiknya akan tetap meneruskan sekolahnya hingga dapat menyusul kakaknya di amerika . Di Amerika, Amrul terkenal dengan kecerdasannya di seluruh universitasnya. Hingga ketika Ia kembali ke tanah air bersama adiknya yang juga mendapat beasiswa. Ia telah menjadi Orang sukses. Ia kemudian melamar pekerjaan ke perusahaan ditempat dulu ia bekerja sebagai manager.

Prestasi Amrul di Perusahaannya sangat mengagumkan. Beberapa bulan amrul bekerja, perusahaan sudah dibanjiri proyek baru dan mitra yang banyak. Perusahaan tersebut mendapat sukses besar setelah kedatangan amrul yang dulunya hanya pekerja biasa. Managerisasinya sangat mengesankan sehingga perusahaan mendapat untung yang sangat besar. Prestasinya Membuat Amrul naik pangkat hingga ia kini menjadi Wakil direktur utama pemilik perusahaan dunia tersebut.

Dan ketika bertemu kembali dengan sang manager yang pernah melarangnya meminum segelas air , ia berkata "Terimakasih telah melarang ku meminum segelas air dulu". Sang manager hanya tertunduk malu.


English version:

This story begins in a grand company, a towering building with glass windows and buzzing employees. Inside, there was a young man named Amrul. He came from a humble background and was the eldest child in his family. Amrul had only graduated from elementary school, yet somehow he managed to secure a job at this prestigious company. He lived with his younger sibling, who was still in school.

One scorching day, Amrul was working overtime, feeling the weight of exhaustion and hunger gnawing at him. His throat was dry, and his body longed for a refreshing drink. He searched for something to quench his thirst, but the weather was sweltering, and his water bottle had already run dry. Frustratingly, there wasn’t a store in sight that sold water. Amrul, nearly desperate, finally spotted a large water jug. The good news? It still had just enough for one glass. He poured the water into a glass and was about to take a sip when, out of nowhere, a manager walked by and stopped him.

The manager grabbed the glass from Amrul’s hand and drank it all, leaving nothing behind. Amrul was stunned. He stood there, dumbfounded, as the manager nonchalantly declared that only the higher-ups were allowed to drink from that jug. The disappointment, the anger, the sadness—all hit Amrul at once. But he didn’t lash out. Instead, he muttered under his breath, promising to get back at the manager—not with anything devious, but with the truth.

The next day, Amrul returned to work, but this time, things were different. When offered overtime, he politely refused. He even asked to shorten his hours. He wasn’t afraid of getting thirsty again. No, Amrul had bigger plans now—he wanted to finish his education.

After his work hours, Amrul rushed to school, determined to study and improve himself. Even after school, he would dive back into his books. His routine became a tiring cycle—work, school, study—each day pushing him to his limits. But no matter how exhausted he felt, he never gave up. He was driven by the desire to better his life and support his younger sibling’s education.

Time passed, and eventually, Amrul received an incredible opportunity—a scholarship to study in America. He was overjoyed. He bid farewell to his sibling, promising to send money every month to help support them. In America, Amrul’s intelligence shone through. He quickly became known for his brilliance and work ethic. When he returned home, he was no longer the same humble worker; he had become a success story.

With his newfound skills and experience, Amrul applied for a managerial position at the very company where he had once worked. His leadership skills were nothing short of impressive, and the company saw record profits under his guidance. Amrul’s remarkable performance led him to rise through the ranks, eventually becoming the Vice President of the global enterprise.

Then, one fateful day, Amrul crossed paths with the manager who had once denied him that glass of water. Amrul smiled and said, "Thank you for not letting me drink that glass of water all those years ago." The manager, now humbled, lowered his head in shame.

No comments:

Post a Comment